Apa SiCh SEbEneRnyA disTRo ItU????
Distro, kependekan dari distribution outlet, merupakan aplikasi dari semangat ‘Do It Yourself’ sebuah pergerakan resistensi radikal atau yang sering disebut sebagai Punk. Pada awalnya, distro didirikan sebagai sarana distribusi musisi-musisi Punk. Kemudian, beberapa waktu belakangan distro juga mulai menjual berbagai jenis merchandise dan clothing yang dihasilkan oleh anggota komunitas Punk. Hal ini menjadikan distro lebih dikenal sebagai tempat mencari baju dan merchandise band-band Punk lokal.
Di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung, keberadaan distro sudah ada sejak pertengahan tahun 1990-an, seiring dengan maraknya gelombang independen yang mulai mempengaruhi banyak artis lokal pada saat itu. Di awal tahun 2000 fenomena distro terasa semakin hebat ketika pergerakan Punk kemudian berubah menjadi pop culture yang banyak digemari oleh para remaja. Fenomena tersebut juga didukung oleh kehadiran MTV yang setiap hari memutar musik buatan band-band indie lokal dengan dipandu oleh para Video Jockey yang sering di-endorse oleh beberapa merek clothing lokal. Tren musik indie yang terjadi sedikit banyak mempengaruhi fashion dan life style yang pada akhirnya berimbas pada perubahan fungsi distro.
Jenis-jenis barang yang dijual di distro pada dasarnya sama hanya berbeda dari segi desain dan produsen, yaitu kaos, gelang dan sabuk spike, tas, jaket, topi (biasanya jenis trucker cap), pin, zine, newsletter underground serta tidak ketinggalan kaset musisi underground lokal. Harga dari berbagai macam barang tersebut di seluruh distro berkisar antara 15 ribu sampai 50 ribu rupiah untuk aksesoris seperti gelang dan ikat pinggang, sedangkan untuk kaos antara 50 ribu sampai 250 ribu rupiah. Perbandingan harga diantara distro-distro di Jogja tidak terlalu berbeda jauh. Penentuan harga ini berdasarkan kesepakatan diantara para pemilik distro untuk menghindari persaingan yang tidak sehat.
Pengunjung distro mayoritas merupakan remaja usia 15-25 tahun dengan tingkat pendidikan SMU sampai dengan perguruan tinggi. Bila dalam model awal distro yang merupakan fasilitas bagi komunitas Punk untuk mempublikasikan hasil karyanya, pengunjungnya kebanyakan laki-laki, maka sekarang distro juga sering dikunjungi oleh wanita walaupun perbandingannya masih terlalu sedikit. Kondisi ini dapat berubah jika distro yang dimaksudkan adalah distro yang menjual baju/kaos model wanita seperti distro Broadway atau distro khusus wanita di Jakarta, yaitu distro Monik.
Distro yang kini memiliki popularitas tinggi sebagai akibat dari berkembangnya pergerakan Punk menjadi budaya pop, mulai mengalami degradasi fungsi dan peran bagi sebagian anggota komunitas underground. Distro kini lebih komersil dan sama seperti butik, menjadi parameter untuk mengaktualisasi diri di bidang fashion, musik dan life style bagi remaja. Jika semula distro identik dengan komunitas Punk yang sering dianggap aneh dan menakutkan maka sekarang distro menjadi salah satu tempat yang wajib dikunjungi oleh remaja-remaja yang mengaku dirinya ‘gaul’.
Distro telah masuk menjadi salah satu ikon pop. Selain itu, berubahnya distro menjadi sebuah industri besar yang melibatkan para pengusaha dan pemilik modal juga menimbulkan berbagai kontraversi terutama di kalangan komunitas underground. Pertentangan tersebut sebenarnya sudah lama muncul sejak pertengahan tahun 1990-an ketika banyak anak muda di Bandung yang mulai melirik dan menjadikan distro sebagai usaha sampingan dengan tujuan bisnis. Pro dan kontra yang timbul mengenai keberadaan distro, antara idealisme dengan komersialisme menjadi sebuah masalah yang kompleks, sama seperti pergerakan komunitas perintis distro itu sendiri.
Distro, kependekan dari distribution outlet, merupakan aplikasi dari semangat ‘Do It Yourself’ sebuah pergerakan resistensi radikal atau yang sering disebut sebagai Punk. Pada awalnya, distro didirikan sebagai sarana distribusi musisi-musisi Punk. Kemudian, beberapa waktu belakangan distro juga mulai menjual berbagai jenis merchandise dan clothing yang dihasilkan oleh anggota komunitas Punk. Hal ini menjadikan distro lebih dikenal sebagai tempat mencari baju dan merchandise band-band Punk lokal.
Di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung, keberadaan distro sudah ada sejak pertengahan tahun 1990-an, seiring dengan maraknya gelombang independen yang mulai mempengaruhi banyak artis lokal pada saat itu. Di awal tahun 2000 fenomena distro terasa semakin hebat ketika pergerakan Punk kemudian berubah menjadi pop culture yang banyak digemari oleh para remaja. Fenomena tersebut juga didukung oleh kehadiran MTV yang setiap hari memutar musik buatan band-band indie lokal dengan dipandu oleh para Video Jockey yang sering di-endorse oleh beberapa merek clothing lokal. Tren musik indie yang terjadi sedikit banyak mempengaruhi fashion dan life style yang pada akhirnya berimbas pada perubahan fungsi distro.
Jenis-jenis barang yang dijual di distro pada dasarnya sama hanya berbeda dari segi desain dan produsen, yaitu kaos, gelang dan sabuk spike, tas, jaket, topi (biasanya jenis trucker cap), pin, zine, newsletter underground serta tidak ketinggalan kaset musisi underground lokal. Harga dari berbagai macam barang tersebut di seluruh distro berkisar antara 15 ribu sampai 50 ribu rupiah untuk aksesoris seperti gelang dan ikat pinggang, sedangkan untuk kaos antara 50 ribu sampai 250 ribu rupiah. Perbandingan harga diantara distro-distro di Jogja tidak terlalu berbeda jauh. Penentuan harga ini berdasarkan kesepakatan diantara para pemilik distro untuk menghindari persaingan yang tidak sehat.
Pengunjung distro mayoritas merupakan remaja usia 15-25 tahun dengan tingkat pendidikan SMU sampai dengan perguruan tinggi. Bila dalam model awal distro yang merupakan fasilitas bagi komunitas Punk untuk mempublikasikan hasil karyanya, pengunjungnya kebanyakan laki-laki, maka sekarang distro juga sering dikunjungi oleh wanita walaupun perbandingannya masih terlalu sedikit. Kondisi ini dapat berubah jika distro yang dimaksudkan adalah distro yang menjual baju/kaos model wanita seperti distro Broadway atau distro khusus wanita di Jakarta, yaitu distro Monik.
Distro yang kini memiliki popularitas tinggi sebagai akibat dari berkembangnya pergerakan Punk menjadi budaya pop, mulai mengalami degradasi fungsi dan peran bagi sebagian anggota komunitas underground. Distro kini lebih komersil dan sama seperti butik, menjadi parameter untuk mengaktualisasi diri di bidang fashion, musik dan life style bagi remaja. Jika semula distro identik dengan komunitas Punk yang sering dianggap aneh dan menakutkan maka sekarang distro menjadi salah satu tempat yang wajib dikunjungi oleh remaja-remaja yang mengaku dirinya ‘gaul’.
Distro telah masuk menjadi salah satu ikon pop. Selain itu, berubahnya distro menjadi sebuah industri besar yang melibatkan para pengusaha dan pemilik modal juga menimbulkan berbagai kontraversi terutama di kalangan komunitas underground. Pertentangan tersebut sebenarnya sudah lama muncul sejak pertengahan tahun 1990-an ketika banyak anak muda di Bandung yang mulai melirik dan menjadikan distro sebagai usaha sampingan dengan tujuan bisnis. Pro dan kontra yang timbul mengenai keberadaan distro, antara idealisme dengan komersialisme menjadi sebuah masalah yang kompleks, sama seperti pergerakan komunitas perintis distro itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar