SEJARAH CETAK SABLON
Cetak sablon merupakan bagian dari teknik cetak yang dikembangkan oleh Yuzenzai Miyasaki pada tahun 1654-1736 dan Zikukeo Hirose pada tahun 1822-1890 berkebangsaan Jepang. Pada awalnya cetak sablon dikembangkan untuk pencetakan kimono yang merupakan pakaian khas Jepang, dimana bila kimono ditulis dengan tangan menjadi sangat mahal harganya. Selanjutnya cetak sablon berkembang hingga ke daratan Eropa pada tahun 1851-1862 dan kemudian pada tahun 1868 Joseph Swan mendirikan atau menemukan produk autotype.
Pada tanggal 11 Juli 1907 Samuel Simmon yang berkebangsaan Inggris mendapatkan hak patentnya untuk teknik cetak sablon. Setelah itu cetak sablon berkembang ke Amerika Serikat sehingga pada tahun 1924 pertama kalinya proses cetak sablon dilakukan di atas bahan tekstil dan kemudian pada tahun 1946 MC Kornick dan Penney menemukan mesin cetak sablon.
PENGERTIAN CETAK SABLON
Cetak sablon merupakan proses stensil untuk memindahkan suatu citra ke atas berbagai jenis media atau bahan cetak seperti : kertas, kayu, metal, kaca, kain, plastik, kulit, dan lain-lain. Wujud yang paling sederhana dari stensil terbuat dari bahan kertas atau logam yang dilubangi untuk mereproduksi atau menghasilkan kembali gambar maupun hasil dari suatu rancangan desain. Stensil tersebut selanjutnya merupakan gambaran negatif dari gambar asli atau original dimana detail-detail gambar yang direproduksi memiliki tingkat keterbatasan terutama bila mereproduksi detail-detail yang halus. Pada teknik cetak sablon acuan yang berupa stensil dapat juga melalui tahapan fotografi, yang pada umumnya dikenal dengan istilah film hand cut.Film photographi dan emulsi stensil direkatkan ke atas alat penyaring (screen) yang dibentangkan pada sebuah bingkai yang terbuat dari bahan kayu maupun logam yang berfungsi sebagai pemegang bagian dari suatu desain, dan harus mampu menahan bagian yang digunakan selama proses penyablonan berlangsung. Adakalanya para perancang grafis melakukan tahapan desain secara langsung pada permukaan alat penyaring dengan bahan yang disebut “tusche” dan kemudian menutup eseluruhan sablonan dengan lem. Tusche selanjutnya dicuci dengan bahan pelarut agar diperoleh bagian yang dapat mengalirkan tinta pada permukaan alat penyaring.
Pada awal abad ke 20 proses pelaksanaan cetak sablon mulai menggunakan kain/screen yang terbuat dari bahan sutera yang semula dipergunakan untuk menyaring tepung. Dari sinilah maka istilah cetak sablon dikenal dengan sebutan “silk screen printing” yang digunakan pada tahapan proses cetak. Karena sutera harganya cukup mahal, serta memiliki kekuatan yang kurang baik, serta secara dimensional kurang stabil, maka kemudian diganti dengan bahan yang terbuat dari nilon dan selanjutnya dengan poliester. Sedangkan untuk keperluan cetak, alat-alat atau benda-benda elektronik dipergunakan kain (screen) yang terbuat dari bahan stainless steel/logam.
Serat kain dibuat/dianyam/dirajut menurut standar dan diproduksi dengan berbagai ukuran tergantung dari tingkat ketebalan serat benang yang akan menghasilkan tingkat kerapatan anyaman.
Kain Saring/Monil
Pada proses cetak sablon “kain” atau screen mempunyai peranan yang amat penting, bahkan dapat dikatakan sebagai faktor penentu tingkat kwalitas dari proses cetak yang dihasilkan. Kain sablon dipergunakan sebagai sarana untuk memegang gambar yang terdapat pada permukaan kain (screen).
Dewasa ini kain atau screen lebih banyak terbuat dari serat sintetis jenis tunggal (mono filamen). Berbagai jenis serat kain yang dapat dipergunakan untuk proses cetak sablon diantaranya adalah :
1. nilon.
2. polyester,terdiri atas :
a. metalissed polyester/polyester logam.
b. antistatic polyester/polyester antistatis.
c. calendered polyester/polyester termampatkan.
3. stainless steel.
Karakteristik serat kain (screen).
1. Nilon.
Untuk semua kebutuhan cetak sablon tersedia pilihan yang secara luas,hanya saja berupa serat benang tunggal.
Keunggulan dari serat benang nilon :
a. Memiliki daya rentang dan daya gosok yang baik.
b. Ideal untuk tahapan pencetakan di atas bahan cetak yang permukaanya tidak rata.
c. Memiliki daya alir tinta yang baik, dan punya daya rekat yang sempurna untuk semua jenis emulsi(stensil foto).
Kelemahannya :
a. Peka terhadap kondisi cuaca/temperatur dan kelembaban udara.
b. Tidak sesuai untuk jenis-jenis pekerjaan yang memerlukan ketepatan yang tinggi (register).
KETEBALAN KAIN/SCREEN
Serat kain yang terbuat dari nilon atau polyester tersedia dalam beberapa derajat ketebalan yakni: tipe Small (S), tipe Medium (M), tipe Thick (T) dan Heavy Duty (HD). Serat benang dengan tipe S serat benangnya tipis, cocok untuk pekerjaan nada lengkap (halftone), dan gambar seni (artis/seni). Serat benang dengan tipe M serat benang yang memiliki ukuran medium, cocok untuk pekerjaan nada lengkap yang kasar. Serat benang dengan tipe T serat benangnya tebal, cocok untuk segala jenis pekerjaan pada teknik cetak sablon. Sedangkan serat benang dengan tipe HD, serat benang dengan ekstra tebal cocok untuk pekerjaan yang dilakukan secara masinal (cetak menggunakan mesin), cetak blok dan jenis-jenis pekerjaan kasar.
WARNA KAIN/SCREEN
Kain (screen) pada umumnya berwarna putih.
Tapi seringkali kain berwarna putih dan pada waktu dilakukan proses penyinaran akan menimbulkan gejala pemantulan kembali yang dapat mengakibatkan terjadinya kekurangan penyinaran. Untuk mengatasi masalah tersebut pada umumnya kain dibuat berwarna kuning, jingga dan merah. Sehingga kain berwarna digunakan untuk menghindari terjadinya pemantulan kembali cahaya pada waktu penyinaran stensil foto sistem direct (langsung), sistem direct/indirect (langsung/tidak langsung), maupun sistem cappilary (kafilek).
PERSYARATAN KAIN
Untuk memperoleh tingkat resolusi gambar yang terbentuk pada kain (screen) serta peningkatan definisi hasil ceta sablon, maka diperlukan persyaratan khusus untuk jenis-jenis kain yang digunakan. Adapun persyaratan-persyaratannya adalah sebagai berikut :
1. Daya lentur/fleksibilitas.
Karena pada saat dilakukan perentangan pada bingkai cetak kain harus ditarik untuk mendapatkan tingkat keregangan pada permukaan bingkai serta pada waktu dilakukan proses pencetakan screen tidak boleh menyentuh bahan cetak, dengan jarak kira-kira 3-5 milimeter, maka kain haruslah lentur.
2. Pori-pori tidak berubah atau bergeser.
Tujuan utama dari tidak bergesernya pori-pori kain adalah untuk pengendalian penyaluran tinta cetak.
3. Tahan terhadap bahan kimia.
Selama kain digunakan pada tahapan pencetakan kain selalu berhubungan dengan bahan kimia seperti stensil foto, tinta cetak, dan bahan pencuci atau pembersih, maka kain harus dapat tetap bertahan atau tidak mudah rusak.
4. Mudah dibersihkan.
Diharapkan agar kain dapat dipergunakan secara berulang-ulang maka kain harus mudah dibersihkan.
5. Tahan terhadap gesekan.
Pada waktu digunakan screen akan selalu bersentuhan dengan rakel yang memiliki variasi derajat kekerasannya.
Dengan demikian gesekan dari rakel tidak dengan mudah mengikis serat kain yang berdampak pada pengalihan tinta cetak dan mengakibatkan kain mudah rusak.
6. Memiliki keporian yang bervariasi.
Dengan adanya variasi pori-pori screen, maka berbagai bentuk bahan serta berbagai macam bentuk gambar dapat dicetak dengan cetak sablon
7. Variasi dari tingkat kerapatan screen.
Sangat berpengaruh pada tahapan pengalihan tinta cetak. Dengan banyaknya variasi yang disediakan untuk jenis-jenis kain diharapkan agar lapisan film tinta dapat dengan mudah dialihkan ke atas bahan cetak(media cetak) yang dipergunakan.
PEDOMAN PENGGUNAAN KAIN
Penggunaan kain sangat erat hubungannya dengan penggunaan bahan cetak serta prosses pengalihan tinta ke atas bahan cetak. Berikut ini ada beberapa pedoman yang dapat dipergunakan pada teknik cetak yang ditentukan berdasarkan nomor-nomor yang ada pada screen, diantaranya :
55T : dipergunakan untuk pencetakan di atas bahan handuk dan karung
62T : pencetakan dengan floating pasta atau cetak timbul di atas bahan tekstil khususnya kaos.
77T : untuk pencetakan di atas bahan tekstil seperti kaos, handuk.
90T : pencetakan di atas kain, bagde, dan pencetakan motif halus atau gambar seni dengan pasta timbul di atas kaos.
120T : pencetakan menggunakan tinta brons emas di atas bahan karton, seng, kayu, kulit,imitasi, dan kertas.
150T : pencetakan kertas dengan motif blok, imitasi, mika dan stiker.
165T : untuk mencetak di atas bahan kertas dan plastik.
180S : untuk cetak plastik dan kertas halus.
200S : dipergunakan untuk prosses pencetakan model nada lengkap atau halftone.
Penggunaan nomor screen harus diseimbangkan dengan penggunaan bahan cetak, tinta cetak, kehalusan pori-pori screen, serta jalinan benang percentimeter Semakin besar nomor screen maka akan semakin kecil pori-pori yang ada pada screen dan semakin tipis lapisan film tinta yang dialihkan ke atas bahan cetak.
Dan sebaliknya, bila semakin kecil nomor screen maka akan semakin besar pori-pori screen serta semakin tebal lapisan film tinta yang dialihkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar